Saat Buku Menjadi Bagian dari Mimpi-mimpimu

Selamat malam (Senin). Saat ini kalian pasti sudah bersiap-siap beristirahat ya? Saya mulai mengetik postingan ini pada pukul 22. 10 WIBB, jadi asumsi saya sepertinya benar kan? Anyway, sepertinya saya memang sudah jarang sekali update blog ini. Padahal, saya mendeklarasikan blog ini adalah blog utama saya lho, hehe. Seperti ada yang salah ya dengan kalimat deklarasi itu? karena saya akui, saya memang lebih sering update blog (puisi) saya di Tumblr yang ini. Silahkan mampir ya, siapa tahu kalian suka (semoga semoga semoga, hehe, amin).

Well, saya menulis postingan ini memang karena ingin bercerita, tapi sedikit saja ya, supaya galaunya ga terlalu lebay, hehe. Jadi, kira-kira seminggu yang lalu, saya dikabari oleh Papap melalui telepon (jika kalian belum lupa, ‘papap’ adalah panggilan untuk ayah saya), bahwa tampungan air (tiren) di rumah saya bocor. Kebetulan toren ini letaknya tepat di atas kamar saya di lantai 2. Bagian terburuk dari bocornya toren itu adalah kebocorannya masuk sampai ke kamar saya dan semua buku-buku saya… well, katakanlah hancur. Baru satu minggu kemudian (Sabtu-Minggu ini : 23-24 Juli 2011) saya sempat pulang ke rumah dan mendapati buku-buku itu sudah hancur. Memang tidak semua sih, tapi bisa saya katakan itu adalah sebagian besar.

Entah bagaimana ya menuliskannya? Salah satu mimpi saya adalah memiliki perpustakaan sendiri, dengan buku-buku yang saya punya dari awal saya mampu membeli buku, dari mulai saya menyukai membaca, dari mulai saya memberanikan diri untuk mengkoleksi buku apapun yang saya mau dan saya suka. Jadi, saat saya melihat keadaan buku-buku itu hancur, rasanya seperti kehilangan bahan bakar untuk meneruskan setengah perjalanan menuju mimpi itu. Saya ingat betul, belum sampai satu tahun, saya memindahkan buku-buku itu, dari kamar kos saya di Bandung ke kamar saya di rumah Tangerang. Rasanya seperti mencicil untuk membereskan segala sesuatu sebelum saya membuat rencana untuk mendesain lemari, tata letak, dan segalanya.

Ah, rasanya jadi tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan mimpi itu, walau memang sih, saya bisa memulainya dari nol, membeli lagi buku-buku yang saya suka, semuanya (memang) dapat dimulai dari nol. Hanya saja tidak semudah itu.

Izinkan saya bercerita tentang darimana dan bagaimana asal mula hobi saya ini, juga bagaimana kecintaan saya terhadap buku-buku itu. Sejak saya bersekolah di Taman Kanak-Kanak, entah mengapa, saya sudah merasakan ada yang aneh dengan diri saya. Aneh bukan dalam hal yang buruk, aneh disini adalah perasaan bahwa saya tidak dapat dengan mudah berkawan dengan teman-teman saya yang juga perempuan. Jadi, singkat cerita, saya hanya dapat benar-benar akrab dengan 1-3 teman perempuan saja dari sekitar puluhan teman dalam satu kelas. lain hal dengan teman pria, saya dapat dengan mudah akrab dengan mereka, tanpa sedikitpun merasakan hal yang aneh tadi. Hal ini berlangsung terus, TK, SD, SLTP, SLTA, Kuliah. Namun seiring dengan berjalannya waktu, mau tidak mau saya menyesuaikan dengan kebutuhan, lingkungan, pergaulan sosial. Jadi begitulah, keanehan itu membawa saya pada hobi membaca. Buku membuat saya nyaman dengan dunia saya sendiri. Tanpa harus merasa aneh dan lain-lain. Terlebih, berteman dengan buku tidak akan membuat saya merasa aneh karena harus pilih-pilih teman. Untuk saya, buku membuat saya menjadi diri saya sendiri.

A good book on your shelf is a friend that turns its back on you and remains a friend.  ~Author Unknown

Books are the quietest and most constant of friends; they are the most accessible and wisest of counselors, and the most patient of teachers.  ~Charles W. Eliot

Books let us into their souls and lay open to us the secrets of our own.  ~William Hazlitt

Saya menyukai membaca buku sejak saya mulai lancar membaca. tapi tentu, saat SD, keinginan untuk memiliki buku-buku secara pribadi belum terlihat. Jadi, saya benar-benar mencintai dunia buku sejak saya duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saya ingat betul, setiap saya berkunjung ke mall, toko yang menarik mata dan minat saya adalah toko buku. Namun, tanggapan yang saya terima dari pihak orang tua tidak terlalu baik. Yang saya ingat, mereka tidak mendukung hobi membaca saya, terlebih keinginan untuk memiliki buku-buku itu secara pribadi. Yang mereka dukung adalah membaca dan memiliki buku-buku pelajaran sekolah. Saat itu, saya berpikir, mungkin mereka hanya ingin agar konsentrasi saya tidak terganggu dengan hobi membaca buku nonakademik, jadi saya tidak ambil pusing dana  saya juga tidak mungkin mengharapkan mereka untuk mau membelikan saya buku-buku yang saya mau.

Atas latar belakang itulah, saya sedikit demi sedikit menabung, saya mulai mengumpulkan uang  jajan saya sedikit demi sedikit. jadi ketika saya berkunjung ke toko buku, tidak akan ada penolakan dari pihak orang tua (seperti yang sudah-sudah). Dan walaupun mereka berkomentar tidak menyenangkan, saat itu saya hanya cuek menanggapi, toh ini uang jajan saya, uang yang saya kumpulkan sedikit demi sedikit 🙂

And here I am. Tepat di sekeliling saya sekarang, buku-buku rusak itu seperti menampakan wajah sedih. Dan walaupun mereka benda mati, saya merasa saya hidup bersama mereka.

Ini buku kesayangan saya seumur hidup, semuanya (1-7) sudah rusak

Coba lihat lebih dekat : kertasnya keriting, tintanya luntur.

Ah, tampak sudah panjang ya tulisan galau ini, hehe. Semoga tidak membawamu masuk ke kegalauan yang sama. Dan untuk kerusakan yang terjadi, biarlah saja berlalu. Karena sungguh sesedih dan sekesal apapun, saya tidak (boleh) menyalahkan siapapun.

Untuk sementara waktu, mungkin saya akan berhenti dulu membeli buku-buku. Dan untuk buku-buku yang rusak itu, entah akan saya kemanakan. Masih belum terpikirkan. Namun, jika buku-buku yang baik tidak memiliki suatu akhir, mungkin ini juga bukan sebuah akhir dari suatu langkah awal.

Let books be your dining table,
And you shall be full of delights
Let them be your mattress
And you shall sleep restful nights.
~Author Unknown

Selamat beristirahat kamu 😉

Leave a comment